Pada 4 Desember 2007, seorang tentara berusia 19 tahun yang bertugas di Irak melihat sebuah granat dilemparkan dari sebuah bubungan atap. Dengan menggunakan senapan mesin yang ada di kendaraan perangnya, ia berusaha menyingkirkan granat itu. Namun, granat itu malah jatuh ke dalam kendaraannya. Ia masih punya waktu untuk melompat dan menyelamatkan diri. Akan tetapi, ia memilih untuk menghempaskan tubuhnya di atas granat itu, suatu tindakan rela berkorban yang berani demi menyelamatkan nyawa dari keempat rekan tentaranya.
Sebab oleh karena pekerjaan Kristus [Epafroditus] nyaris mati dan ia mempertaruhkan jiwanya. —Filipi 2:30
Tindakan pengorbanan diri yang sulit dijelaskan ini menolong kita untuk memahami alasan mengapa Alkitab menyatakan kepada kita bahwa ada sejenis kasih yang jauh lebih berharga daripada pengetahuan atau iman yang terhebat sekalipun (1 Kor. 13:1-3).
Kasih seperti ini tidak mudah ditemukan, hingga menyebabkan Rasul Paulus meratap karena lebih banyak orang hanya mempedulikan dirinya sendiri daripada melayani Kristus (Flp. 2:20-21). Itulah sebabnya, ia merasa bersyukur untuk Epafroditus, rekan sekerjanya yang “nyaris mati dan mempertaruhkan jiwanya” demi melayani orang lain (ay.30).
Jika kita berpikir bahwa kita tidak akan dapat mempertaruhkan hidup kita untuk orang lain, Epafroditus menunjukkan kepada kita langkah pertama dengan teladannya yang rela berkorban. Kasih seperti ini adalah kasih yang luar biasa dan bukan berasal dari diri kita sendiri. Kasih ini berasal dari Roh Allah, yang dapat memberi kita kerinduan dan kemampuan untuk peka terhadap orang lain dan untuk meneruskan kepada mereka kasih Allah yang tak terlukiskan indahnya itu. —MRD II
Menyerahkan dirimu bagi orang lain
Sepertinya sesuatu yang susah dilakukan;
Tetapi itulah caranya agar kau bisa memastikan
Bahwa kasih Allah sedang bekerja melalui dirimu. —Branon
Sumber ; Santapan Rohani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar